The right man in the right place OR Right Man In The Wrong Place


The right man in the right  place, saya yakin sudah sangat banyak dari kita yang sering mendengarnya, bahkan sudah paham banget. Tapi seperti kebanyakan teori yang ideal, the right man in the right place; meletakkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, juga relatif sulit diterapkan. Ah masa iya?
Kalo gak percaya, coba teman-teman brader n sista lihat sekeliling. Pasti akan sangat mudah kita jumpa kondisi semacam itu. Contoh ‘kecil’ nih. Bayangkan jika anda suatu ketika ke sebuah tempat, terserah apa aja; hotel kah, restauran, kantor/instansi pemerintah dsb. Perhatikan Customer Service (CS) nya. Secara fisik, rata-rata harus menarik (menarik gerobak, narik becak…xixixxi). Bukannya mau menjelek-jelekkan, tapi bayangkan saja kita yang capek, panas, dll disambut dengan wajah-wajah The Kill and The Kumel (baca: dekil dan kumel bin lusuh, hehehe), apa nggak makin gerah kita. Beda kalo yang nyambut penuh dengan senyum manis, bersih, cantik atau ganteng…wao wao…cuit cuittttttttttt..terasa kena angin surga…(hehehe..).
Itu baru fisik lho, brader n sista. Coba tambah lagi dengan kondisi, udah kumel dekil lusuh, nggak ada senyum, nyapa nggak nyapa, jawab pertanyaan asal-asalan..byuhhh….Kalo saya, langsung dah undur diri dan ilang selera. Ntar mikir-mikir lagi dech kalo mau balik atau berkunjung lagi. Beda banget kalo yang terjadi adalah; disambut dengan senyuman, sapaan akrab dan sambutan ‘diorangkan’. Tidak perlu ganteng atau cantik sebenarnya, ya kan?Jadi, garis bawahnya adalah; the right man in the right position, orang yg tepat pada posisi yang tepat, dalam contoh kasus di atas adalah; bukan hanya right secara fisik, tapi  juga sikap dan attitude. Setuju???? (setuju aja dach…*_*)
Tapi, apakah emang cuma se- simple itu masalah dan efeknya? Owh…tentu tidakkkk…Coba perhatikan lebih dalam lagi pada hal-hal yang lebih serius, pada jajaran lembaga atau institusi pemerintahan, misalnya.Tidak sedikit (kalo tidak mau dibilang banyak) posisi atau jabatan yang diberikan pada orang bukan karena kompetensinya, tapi lebih pada kedekatan. Tapi okelah, secara pribadi saya bukan pengikut anti nepotisme. Karena itu bisa jadi saya artikan kedekatan yang sah-sah saja karena yang bersangkutan memang capable. Yang salah kan kalo dia deket (keluarga, famili, teman, tim sukses, dsb) dipilih tapi  TIDAK CAPABLE..
Nah, masalahnya adalah justru yang kedua ini yang banyak; tidak capable tapi tetap saja dipasang…apa lacur yang terjadi? Ya jelas lah, jalan di tempat bahkan mundur. Kalo doi tidak bisa tapi dia mau belajar, itu masih lumayan, meski pergerakannya bakalan jadi lambat. Tapi yang parah adalah; doi sok tahu, sok kuasa, karena dekat dengan yang mengangkatnya, sok belagu karena merasa doi lebih tahu dan lebih pintar , sok nyalahin bawahannya atau teman sejawatnya, dikasih tahu atau diingatkan malah nyolot, dengki, takabbur…ampun dach….tunggulah kehancurannya!!!!
So…the right man in the right place, sesuatu yang gampang banget diucapin, tapi aplikasinya? Perlu banyak belajar dan kesadaran. Bahayanya bisa benar-benar besar jika kita mengabaikannya. Siapa yang perlu disalahkan? Yang mengangkat atau yang diangkat? Silahkan merenung, brader n sista…peaceeeee….
Sumber: suduthatidotcom

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tabel Konversi Nilai Kurikulum 2013